Kolombo (ANTARA) – Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan pada Minggu (31 Juli) bahwa ini bukan waktu yang tepat bagi mantan presiden Gotabaya Rajapaksa untuk kembali ke negara itu karena dapat mengobarkan ketegangan politik, Wall Street Journal melaporkan.
“Saya tidak percaya sudah waktunya baginya untuk kembali,” kata Wickremesinghe dalam sebuah wawancara dengan Journal. “Saya tidak punya indikasi dia segera kembali.”
Rajapaksa, setelah menghadapi seruan untuk mengundurkan diri atas penanganannya terhadap negara itu, melarikan diri pada 13 Juli dan mengundurkan diri dari posisinya.
Beberapa hari kemudian, Wickremesinghe memenangkan pemungutan suara di parlemen untuk menjadi presiden baru.
Wickremesinghe tetap berhubungan dengan Rajapaksa untuk menangani masalah penyerahan administrasi dan bisnis pemerintah lainnya, kata Journal.
Negara yang dilanda krisis itu telah melakukan pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional mengenai paket bailout. Pada bulan April, Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran sekitar US$12 miliar utang luar negeri dan memiliki pembayaran hampir US$21 miliar yang jatuh tempo pada akhir 2025.
Wickremesinghe memperkirakan kesepakatan tingkat staf IMF akan tercapai pada akhir Agustus, kata laporan itu, menambahkan bahwa Sri Lanka harus mengamankan lebih dari 3 miliar dolar AS dari sumber lain tahun depan untuk mendukung impor penting termasuk bahan bakar, makanan, dan pupuk.
Dia juga mengatakan kepada surat kabar itu bahwa perlu berbulan-bulan sebelum warga Sri Lanka akan melihat peningkatan yang nyata dalam keadaan ekonomi mereka.